Pahlawan
Nasional Baru.Bulan
November, selalu dikenang sebagai bulan pahlawan.Pada hari Jumat (7/11/)
presiden Jokowi telah menganugerahkan gelar pahlawan kepada 4 orang yang
dianggap sangat berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Menteri
Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan bahwa penetapan gelar pahlawan
nasional kepada 4 tokoh ini telah melalui tahap pembahasan menyeluruh dalam
sidang Dewan Gelar Pahlawan.
1.
Letjen
TNI (Purn) Djamin Ginting
LetjenTNI (Purn) Djamin Ginting
(lahir di Desa
Suka,
Tiga
Panah,
Kabupaten
Karo,
Sumatera
Utara,
12 Januari1921 – meninggal di Ottawa, Kanada, 23 Oktober1974 pada umur 53 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan
menentang pemerintahan Hindia Belanda di Taneh Karo yang diangkat sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia
oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November2014.
Kehidupan
awal
Djamin Ginting dilahirkan di desa Suka, kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.Setelah menamatkan pendidikan
sekolah menengah dia bergabung dengan satuan militer yang diorganisir oleh
opsir-opsir Jepang.Pemerintah Jepang membangun kesatuan tentara yang
terdiri dari anak-anak muda di Taneh Karo guna menambah pasukan Jepang untuk mempertahankan kekuasaan
mereka di benua Asia.Djamin Ginting muncul sebagai
seorang komandan pada pasukan bentukan Jepang itu.
Karier
kemiliteran
Memimpin
pasukan setelah kekalahan Jepang
Rencana Jepang untuk memanfaatkan putra-putra Karo
memperkuat pasukan Jepang kandas setelah Jepang menyerah
kepada sekutu pada Perang Dunia II.Jepang menelantarkan daerah
kekuasaan mereka di Asia dan kembali pulang ke Jepang.Sebagai seorang komandan, Djamin
Ginting bergerak cepat untuk mengkonsolidasi pasukannya.Dia bercita cita untuk
membangun satuan tentara di Sumatera Utara.Dia menyakinkan anggotanya untuk
tidak kembali pulang ke desa masing masing.Ia memohon kesediaan mereka untuk
membela dan melindungi rakyat Karo dari setiap kekuatan yang hendak menguasai
daerah Sumatera Utara. Situasi politik ketika itu tidak
menentu.Pasukan Belanda dan Inggris masih berkeinginan untuk menguasai
daerah Sumatera.
Pionir
pejuang
Dikemudian hari anggota pasukan
Djamin Gintings ini akan mucul sebagai pionir-pionir pejuang Sumatera bagian
Utara dan Karo. Kapten Bangsi Sembiring, Kapten Selamat Ginting, Kapten Mumah Purba, Mayor Rim Rim Ginting, Kapten Selamet Ketaren, dan lain lain adalah cikal bakal Kodam II/Bukit
Barisan
yang kita kenal sekarang ini. Ketika Letkol. Djamin Gintings menjadi wakil
komandan Kodam II/Bukit
Barisan,
dia berselisih paham dengan Kolonel M. Simbolon yang ketika itu menjabat sebagai
Komandan Kodam II/Bukit
Barisan.Djamin
Ginting tidak sepaham dengan tidakan Kolonel M.Simbolon
untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan
bersenjata.Perselisihan mereka ketika itu sangat dipengaruhi oleh situasi
politik dan ekonomi yang melanda Indonesia.Disatu pihak, Simbolon merasa Sumatera dianak-tirikan oleh pemerintah
pusat dalam bidang ekonomi.Dilain pihak, Ginting sebagai seorang tentara
profesianal memegang teguh azas seorang prajurit untuk membela negara
Indonesia.
Operasi
Bukit Barisan
Dalam rangka menghadapi gerakan
pemberontakan Nainggolan di Medan (Sumatera Utara) maka Panglima TT I, Letkol Inf
Djamin Ginting melancarkan Operasi Bukit Barisan. Operasi ini
dilancarkan pada tanggal 7 April1958.Dengan dilancarkannya operasi Bukit
Barisan II ini, maka pasukan Nainggolan dan Sinta Pohan terdesak dan mundur ke
daerah Tapanuli.
Mengakhiri
karier
Dipenghujung masa baktinya, Djamin
Ginting mewakili Indonesia sebagai seorang Duta Besar untuk Kanada.Di Kanada ini pulalah Djamin Ginting,
mengakhiri hayatnya.
Jabatan
yang pernah diduduki
·
Panglima
TT I Bukit Barisan.
·
Panglima
Sumatera Utara.
·
Dengan
pangkat Mayor Jenderal, menjabat sebagai Wakil Sekretaris
Jenderal Front Nasional, di Kabinet Dwikora Revisi Kedua.
Keluarga
Djamin Ginting meninggalkan 5 orang
anak. Salah satunya seorang putri bernama Rimenda br Ginting, SH, yang sekarang menjabat sebagai ketua umum
Himpunan Masyarakat Karo Indonesia
Karya
Tulis
Semasa hidupnya, Djamin Gintings
menulis beberapa buku.Satu diantaranya "Bukit Kadir"
mengisahkan perjuangannya di daerah Karo sampai ke perbatasan Aceh melawan Hindia Belanda.Seorang anggotanya, Kadir, gugur
disebuah perbukitan di Tanah Karo dalam suatu pertempuran yang sengit dengan
pasukan Belanda. Bukit itu sekarang dikenal dengan namaBukit Kadir.
2. Sukarni Kartodiwirjo
Soekarni (EYD: Sukarni; lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli1916 – meninggal di Jakarta, 7 Mei1971 pada umur 54 tahun), yang nama lengkapnya adalah Soekarni
Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan
Nasional Indonesia.
Gelar Pahlawan
Nasional Indonesia
disematkan oleh Presiden Joko Widodo, pada 7 November2014 kepada perwakilan keluarga di Istana NegaraJakarta[1].
Kelahiran
dan masa kecil
Sukarni lahir hari Kamis Wage di desa Sumberdiran, KecamatanGarum, KabupatenBlitar, Jawa Timur. Namanya jika dijabarkan berarti
"Su" artinya lebih sedangkan "Karni" artinya banyak memperhatikan
dengan tujuan oleh orangtuanya agar Sukarni lebih memperhatikan nasib bangsanya
yang kala itu masih dijajah Belanda.Sukarni merupakan anak keempat dari
sembilan bersaudara.
Urutan
saudara
1. Hono
2. Sukarmilah
3. Sukardi
4. Sukarni
5. Suparti (Ny. Suparto)
6. Endang Sarti (Ny. Muslimin)
7. Endi Sukarto
8. Sukarjo
9. Nama tidak diketahui (meninggal
ketika masih kecil)
Ayahnya adalah Kartodiwirjo,
keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran Diponegoro.Ibunya bernama Supiah, gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa dikatakan
berkecukupan jika dibanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka toko daging di pasar Garum dan usahanya sangat
laris.
Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar (semacam Taman Siswa yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara). Di sekolah ini Sukarni belajar
mengenai nasionalisme melalui Moh.Anwar yang berasal dari Banyumas, pendiri Mardidiswo sekaligus tokoh
pergerakan Indonesia.
Sebagai anak muda, Sukarni terkenal
kenakalannya karena sering berbuat onar.Dia sering berkelahi dan hobi menantang
orang Belanda. Dia pernah mengumpulkan 30-50 orang teman-temannya dan mengirim
surat tantangan ke anak muda Belanda untuk berkelahi. Lokasinya di kebun raya
Blitar, dekat sebuah kolam.Anak-anak Belanda menerima tantangan itu dan
terjadilah tawuran.Kelompok Sukarni memenangkan perkelahian itu dan anak
Belanda yang kalah dicemplungkan ke kolam.
Menjadi
Aktivis Pergerakan
Perkenalan Sukarni dengan dunia pergerakan
nasional
yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dimulai ketika usia masih
remaja, 14 tahun, saat dia masuk menjadi anggota perhimpunan Indonesia Muda tahun 1930. Semenjak itu dia berkembang
menjadi pemuda militan dan revolusioner. Selain itu ia juga sempat
mendirikan organisasi Persatuan
Pemuda Kita.
Ketika di MULO, Sukarni dikeluarkan dari sekolah
karena mencari masalah dengan pemerintah kolonial Belanda. Bukannya surut,
semangat belajarnya malah semakin membara.Dia bersekolah ke Yogyakarta, dan kemudian ke Jakarta pada sekolah kejuruan guru.Atas
bantuan Ibu Wardoyo (kakak Bung Karno), Sukarni disekolahkan di Bandung jurusan jurnalistik.
Pada masa-masa di Bandung inilah,
konon Sukarni pernah mengikuti kursus pengkaderan politik pimpinan Soekarno.Disinilah dia bertemu dan mengikat
sahabat dengan Wikana, Asmara Hadi dan SK Trimurti.
Tahun 1934 Sukarni berhasil menjadi Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda, sementara itu Belanda mulai
mencurigainya sebagai anak muda militan.Tahun 1936 pemerintah kolonial melakukan
penggerebekan terhadap para pengurus Indonesia Muda, tapi Sukarni sendiri
berhasil kabur dan hidup dalam pelarian selama beberapa tahun.
Masa
Pendudukan Jepang
Tidak lama sebelum Jepang masuk, Sukarni tertangkap di Balikpapan dan kemudian dibawa ke Samarinda.Namun, setelah Jepang masuk,
Sukarni berserta beberapa tokoh pergerakan lain seperti Adam Malik dan Wikana malah dibebaskan oleh
Jepang. Awal-awal pendudukan Jepang, Sukarni sempat bekerja di kantor berita Antara yang didirikan oleh Adam Malik
(yang kemudian berubah jadi Domei). Di masa Jepang ini, Sukarni juga
bertemu dengan Tan Malaka.Tan Malaka-lah yang menjadi otak
pembentukan partai Murba dan dia jugalah yang menyarankan
kepada anggota Murba lainnya agar Sukarni yang menjadi Ketua Umum.
Tahun 1943, bersama Chairul Saleh, dia memimpin Asrama Pemuda di Menteng 31.Di tempat itu Sukarni makin giat
menggembleng para pemuda untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia.Seperti
diketahui, pada kurun selanjutnya, Menteng 31 dikenal sebagai salah satu pusat
penting yang melahirkan tokoh Angkatan 45.
Peristiwa
Rengasdengklok
Mendengar berita kekalahan Jepang,
kelompok pemuda dengan kelompok bawah tanah dibawah pimpinan Sutan Syahrir, bersepakat bahwa inilah saat yang
tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan.Sukarni, Wikana dan kelompok pemuda
lainnya mendesak Soekarno dan Hatta, tapi mereka berdua
menolak.Akhirnya terjadilah perdebatan sengit yang berakhir dengan penculikan
kedua tokoh tersebut, dengan tujuan menjauhkan Soekarno-Hatta dari
"pengaruh" Jepang. Kedua pemimpin itu "diasingkan" ke Rengasdengklok oleh kelompok pemuda yang dipimpin
olehnya[2].
Seputar
Proklamasi
Akhirnya semua pihak kemudian
bersepakat bahwa proklamasikemerdekaanakan segera dilakukan pada 17 Agustus1945. Selanjutnya, Sukarni mengemban
amanat kemerdekaan serta bahu membahu bersama kelompok pemuda lainnya dalam
meneruskan berita tentang kemerdekaan ini.Sukarni membentuk Comite Van Aksi (semacam panitia gerak cepat) pada 18 Agustus 1945 yang tugasnya menyebarkan
kabar kemerdekaan ke seluruh Indonesia. Khusus untuk para pemudanya dibentuk
API (Angkatan Pemuda Indonesia) dan untuk buruh dibentuk BBI (Barisan Buruh Indonesia) yang kemudian melahirkan laskar
buruh dan laskar buruh wanita.
Di zaman RI berkedudukan di Yogyakarta, Sukarni menjabat sebagai Sekretaris
JenderalPersatuan Perjuangan (PP) di bawah ketua Tan Malaka.PP
beroposisi dengan pemerintah dan menolak perundingan pemerintah terhadap
Belanda.Aksi PP ini membuat Sukarni dijebloskan ke penjara pada tahun 1946.
Selanjutnya Sukarni juga mengalami penahanan di Solo, Madiun dan Ponorogo (daerah komunis Muso) pada masa pemerintahan Amir Syarifudin (1947/1948)
Menjadi
Ketua Partai Murba
Semenjak
partai Murba terbentuk pada bulan November1948 sampai wafatnya, Sukarni menjabat
sebagai ketua umum.Dia juga duduk sebagai anggota Badan pekerja KNI Pusat.Dalam pemilihan Umum yang
pertama (1955) Sukarni terpilih sebagai anggota Konstituante.
Sejak tahun 1961 Sukarni ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia di Peking, ibukota RRT (Republik Rakyat
Tiongkok)
dan kembali ke tanah air pada bulan Maret1964. Konon dalam pertemuan di Istana BogorDesember1964, Sukarni sempat memperingatkan Bung
Karno atas sepak terjang PKI.Tapi berlawanan dengan harapan,
partai Murba malah dibekukan tahun 1965 dan Sukarni beserta pemimpin Murba
lainnya di penjara.
Di masa Orde Baru, Sukarni dibebaskan dan larangan
Murba dicabut (direhabilitasikan 17 Oktober1966).Kemudian Sukarni ditunjuk sebagai
anggota Dewan Pertimbangan
Agung
(DPA, 1967) yang merupakan jabatan resmi
terakhir.Tokoh yang mendapat Bintang Mahaputrakelas empat ini wafat pada tanggal 7 Mei1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata
dengan upacara kenegaraan.
Penghargaan
3. HR Mohammad Mangundiprojo
Muhammad Mangoendiprodjo (EYD: Muhammad Mangundiprojo; lahir di Sragen, 5 Januari1905 –meninggal di Bandar Lampung, 13 Desember1988 pada umur 83 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan
dan perwira militer Indonesia yang ikut serta dalam Pertempuran
Surabaya
pada tanggal 10 November1945. Ia diangkat sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia
oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November2014[1].
Kehidupan awal
H.R. Muhammad Mangoendiprodjo lahir di
Sragen, Jawa Tengah, pada tanggal 5 Januari1905.Dia adalah cicit dari Setjodiwirjo atau Kiai Ngali
Muntoha, salah seorang keturunan Sultan Demak.Setjodiwirjo sendiri
merupakan teman seperjuangan Pangeran
Diponegoro
melawan penjajah Belanda.Keduanya memperluas
pemberontakan melawan penjajah Belanda hingga ke daerah Kertosono, Ngawi, dan Banyuwangi, Jawa Timur.[2]
Garis hidup sebenarnya memberi
kesempatan kepada Muhammad Mangoendiprodjo untuk bisa hidup berkecukupan dengan
menjadi Pamong
Praja,
wakil kepala jaksa, dan kemudian asisten wedana, di Jombang, Jawa Timur, setelah lulus
dari OSVIA pada tahun 1927. Namun setelah Jepang
menduduki Indonesia,
ia memilih untuk menjadi tentara dengan bergabung menjadi anggota Pembela
Tanah Air
(PETA) pada tahun 1944.
Karier militer
Setelah lulus pendidikan militer di Surabaya, Mangundiprojo ditugaskan
sebagai Daidancho atau Komandan Batalyon PETA di Sidoarjo, Jawa Timur. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan
tanggal 17 Agustus1945, semua anggota PETA menjadi pasukan inti Badan
Keamanan Rakyat
(BKR) dan kemudian Tentara
Keamanan Rakyat
(TKR), yang merupakan cikal bakal TNI.
Masuknya kembali pasukan Belanda (NICA) di Surabaya pada 25 Oktober1945 menjadi operasi militer terbesar pertamanya.
Mangundiprojo bersama Bung Tomo, Doel Arnowo, Abdul
Wahab
dan Drg Moestopo, memimpin perlawanan
terhadap pasukan Sekutu yang berlangsung di seluruh penjuru Surabaya. Hingga
tanggal 29 Oktober1945, pimpinan Sekutu mengadakan pertemuan dengan Bung Hatta untuk melakukan gencatan
senjata.Pada
pertemuan tersebut, Muhammad Mangundiprojo diangkat oleh Jenderal Oerip
Soemohardjo
sebagai pimpinan TKR Divisi Jawa Timur dan melakukan kontak biro
dengan pasukan Sekutu.
Pada hari yang sama, 29 Oktober1945 di sore hari, Muhammad bersama Brigadir Mallaby berpatroli keliling kota Surabaya untuk melihat kemajuan
gencatan senjata. Rombongan ini berhenti di Jembatan Merah di depan Gedung
Internatio. Di dalam gedung itu, tentara Inggris dari kesatuan Gurkha sedang dikepung oleh
pemuda-pemuda Indonesia untuk diminta menyerah.Muhammad lantas masuk ke dalam
gedung yang dikuasai Inggris untuk melakukan negosiasi.Tanpa disangka, Muhammad
malah disandera oleh tentara Gurkha dan terjadilah tembak-menembak antara
tentara Inggris dan pemuda Surabaya.
Mallaby tewas dalam mobilnya yang meledak dan terbakar.
Tewasnya Mallaby membuat Inggris
marah.Inggris mengultimatum rakyat Surabaya yang mempunyai senjata untuk
menyerahkan senjatanya.Ultimatum ini spontan ditolak oleh Muhammad yang
kemudian memimpin TKR dan pemuda Surabaya melakukan pertempuran
yang berpuncak pada tanggal 10 November 1945.Perang terbuka di Surabaya ini
berlangsung selama 22 hari dan menewaskan 6.315 pejuang anggota TKR.Muhammad
sendiri bertugas memimpin pertempuran melawan tentara Sekutu.[3]
Setelah Pertempuran
Surabaya
usai, Muhammad Mangundiprojo dipromosikan menjadi Mayor Jenderal oleh Presiden Soekarno.
Karier politik
Setelah mengakhiri karier militer,
Muhammad ditugaskan sebagai Bupati
Ponorogo
dari tahun 1951 sampai 1955, yang salah satu misinya
adalah mengamankan daerah Madiun setelah pemberontakan PKI Muso pada tahun 1948. Prestasinya ini kemudian
mengantar Muhammad Mangundiprojo menjadi Residen (Gubernur) pertama Lampung dengan misi utama
mengendalikan keamanan di daerah ini.[4]
Kematian dan penghargaan
Muhammad Mangundiprojo tutup usia di Bandar
Lampung
pada 13 Desember1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Bandar Lampung.
Atas jasa-jasanya dalam mempertahankan
kemerdekaan, Presiden Joko Widodo menganugerahinya gelar Pahlawan
Nasional Indonesia
pada tanggal 7 November 2014.Penerimaan tanda jasa ini diwakili oleh cucunya,
Menteri Kemaritiman Indonesia Indroyono Soesilo.[5]
Kiai
Haji Abdul Wahab Hasbullah
(lahir di Jombang, 31 Maret1888 – meninggal 29 Desember1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul
Ulama.
KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern,
dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian
umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama. Ia
diangkat sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia
oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November2014[1].
Keluarga
Ayah KH Abdul Wahab Hasbullah adalah
KH Hasbulloh
Said,
Pengasuh Pesantren Tambakberas JombangJawa Timur, sedangkan Ibundanya
bernama Nyai
Latifah.
Pendidikan
Ia juga seorang pelopor dalam membuka
forum diskusi antar ulama, baik di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia
belajar di Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang, belajar pada Syaikhona R.
Muhammad Kholil Bangkalan, Madura, dan Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratusy
Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari.Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Mekkah untuk berguru kepada
Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
Aktivitas di Nahdatul Ulama
KH.Abdul Wahab Hasbulloh merupakan
bapak Pendiri NU Selain itu juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin
(Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang.Iajuga tercatat sebagai anggota DPA
bersama Ki
Hajar Dewantoro.
Tahun 1914 mendirikan kursus bernama
“Tashwirul Afkar”.
Tahun 1916 mendirikan Organisasi
Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite
Hijaz. KH.Abdul Wahab Hasbulloh juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan
dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai
usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda.
Pelopor Kebebasan Berpikir
KH.A. Wahab Hasbullah adalah pelopor
kebebasan berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan
nahdhiyyin.KH.A. Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia.Ia merupakan
seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama
kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul Wahab Hasbullah
membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1914.
Mula-mula kelompok ini mengadakan
kegiatan dengan peserta yang terbatas.Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir
dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai
jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi
sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda.Banyak tokoh Islam dari
berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan
permasalahan pelik yang dianggap penting.
Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun
kaum ulama pesantren.Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar
informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara
generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih
mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok
diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada
pemikiran keilmuan dan dunia politik.
Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di
Kertopaten, Surabaya, Kyai Abdul Wahab
Hasbullah bersama KH.Mas Mansur menghimpun sejumlah ulama
dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air)
yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916.Dari organisasi inilah Kyai Abdul Wahab Hasbullah
mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih
sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kyai Bisri
Syansuri
(Denanyar Jombang), Kyai Abdul Halim, (Leimunding Cirebon), Kyai Alwi Abdul
Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem) dan Kyai Cholil (Kasingan Rembang). Kebebasan
berpikir dan berpendapat yang dipelopori Kyai Wahab Hasbullah dengan membentuk
Tashwirul Afkar merupakan warisan terpentingnya kepada kaum muslimin
Indonesia.Kyai Wahab telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa
prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa
keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan
mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim.
Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan
mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan pisau analisis keislaman.
Pernah suatu ketika Kyai Wahab
didatangi seseorang yang meminta fatwa tentang Qurban yang sebelumnya orang itu
datang kepada Kyai Bisri Syansuri.“Bahwa menurut hukum Fiqih berqurban seekor
sapi itu pahalanya hanya untuk tujuh orang saja”, terang Kyai Bisri.Akan tetapi
Si Fulan yang bertanya tadi berharap anaknya yang masih kecil bisa terakomodir
juga.Tentu saja jawaban Kyai Bisri tidak memuaskan baginya, karena anaknya yang
kedelapan tidak bisa ikut menikmati pahala Qurban.Kemudian oleh Kyai Wahab
dicarikan solusi yang logis bagi Si Fulan tadi.“Untuk anakmu yang kecil tadi
belikan seekor kambing untuk dijadikan lompatan ke punggung sapi”, seru kyai
Wahab.
Dari sekelumit cerita di atas tadi,
kita mengetahui dengan jelas bahwa seni berdakwah di masyarakat itu memerlukan
cakrawala pemikiran yang luas dan luwes. Kyai Wahab menggunakan kaidah
Ushuliyyah “Maa laa yudraku kulluh, laa yutraku julluh”, Apa yang tidak bisa
diharapkan semuanya janganlah ditinggal sama sekali. Di sinilah peranan Ushul
Fiqih terasa sangat dominan dari Fiqih sendiri.
Seorang Inspirator GP Ansor
Dari catatan sejarah berdirinya GP
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU).Berawal dari perbedaan antara
tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan,
organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan
mubaligh dan pembinaan kader.KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan
KH. Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang
berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi
kepemudaan Islam.Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang
mendukung KH. Abdul wshab hasbulloh –yang kemudian menjadi pendiri NU–
membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).
Organisasi inilah yang menjadi cikal
bakal berdirinya Gerakan
Pemuda Ansor
setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru
Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Hasbullah —ulama
besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama
kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah
berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian
ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku
dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor
tersebut.Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat
Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan,
menegakkan dan membentengi ajaran Islam.
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian
dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi
NU. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10
Muharram 1353 H atau 24 April1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen)
pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur
kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz Siddiq,
KH. A. Wahid Hasyim, KH. Dachlan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar