LEMBAR
PERNYATAAN
Saya Yang Bertanda Tangan Dibawah
Ini :
Nama : Gessang Jaya Syahputra
NPM :
13413695
Kelas : 2IB03
Jurusan : Teknik Elektro
Menyatakan bahwa makalah yang telah
sampai 2851 kata dan bukan hasil dari plagiat.
ETIKA
POLITIK ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
Definisi Etika
Pengertian
etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral (akhlak)”. Sedangkan menurut
Bahasa Yunani etika disebut juga sebagai cabang utama filosofi yang mempelajari
nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika sendiri mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan bertanggung jawab. Etika akan muncul bila manusia mereflesikan
unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat kita yang kadang muncul secara
spontanitas. Kebutuhan akan refleksi itu dapat kita rasakan jika pendapat etis
kita tidak sejalan dengan pendapat orang lain (bertentangan). Untuk itulah,
kita sangat perlu mengenal lebih dalam tentang etika. Karena dengan belajar
etika, kita akan tau mana yang benar dan mana yang salah. Dan ketika sedang
dalam diskusi umum, alangkah baiknya jika kita memperlihatkan etika yang kita
miliki agar tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain tentang etika yang
kita miliki.
Salah
satu norma yang berlaku dalam masyarakat adalah norma moral, yaitu aturan
mengenai sikap, perilaku dan tindakan manusia sebagai yang berkehidupan
dimasyarakat. Norma moral, atau yang
sering disebut moralitas dapat didefinisikan sebagai standar yang dimiliki
seseorang atau individu ataupun kelompok tentang apa yang benar dan apa yang
salah, te4ntang apa yang baik dan apa yang jahat. Norma moral menjadi standar
bagi orang lain atau masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku dan
tindakan seseorang, serta benar salah perilaku orang tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat.
Etika
dikategorikan sebagai sifat moral atau etika normatif. Etika normatif
mengajarkan segala sesuatu yang sebenarnya benar menurut hukum dan moralitas.
Etika mengajarkan sesuatu yang salah adalah salah dan sesuatu yang benar adalah
benar. Sesuatu yang benar tidak dapat dikatakan salah tidak dapat dikatakan
benar. Benar dan salah tidak dapat dicampur adukkan demi kepentingan seseorang atau
kelompok. Dalam mempelajari etika diperlukan usaha memperbandingkan etika
dengan moralitas. Etika maupun moralitas sering diperlakukan sama sejajar dalam
memberi arti terhadap sebuah peristiwa interaksi antar sesama manusia.
Definisi Etika Menurut Al-Qur’an
Dalam pandangan
islam, iman merupakan fitrah dan kebutuhan dasar manusia. Iman melahirkan tata
nilai berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Satu, yaitu sebuah tata nilaiyang dijiwai
oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Allah dan kembali kepada Allah.
Dengan demikian iman mengkonstruksi kesadaran manusiaakan adanya sebuah
pertanggungjawaban kepada Allah, tuhan seru sekalian alam’ bukan
pertanggungjawaban kepada manusia atau makhluk-Nya yang lain. Dengan demikian,
iman membebaskan manusia dari ketakutan-ketakutan terhadap sesame makhluk
Allah. Hal ini dikarenakan ada kesadaran bahwa pertanggungjawaban sepenuhnya
diberikan kepada-Nya.
Dalam ajarannya, Islam tidak
mengenal system kelas (wihdatul insaniyah) mengingat kehadirannya didunia
adalah pemberi rakhmat dan perlindungan serta berkah bagi manusia (rahmatan li
al amin) Disini islam memberi ruang yang luas bagi manusia untuk berpartisipasi
dalam setiap bidang kehidupan, baik menyangkut hokum, politik, ekonomi, dan
lain sebagainya tanpa dibatasi oleh strata social maupun latar belakang budaya.
Dengan
ajarannya, Islam sangat menjunjung tinggi keterbukaan dan toleransi. Tanpa
memandang latar belakang yang dimilikinya seperti budaya, agama, bangsa dan
lain sebagainya, dapat bekerjasama dengan umat Islam tanpa harus mereduksi
identitas yang sudah dimiliki.
Definisi Etika Politik
Etika politik adalah perkembangan
filsafat di zaman pasca tradisional. Dalam tulisan para filosof politik klasik:
Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Marsilius dari Padua, Ibnu Khaldun, kita
menemukan pelbagai unsur etika politik, tetapi tidak secara sistematik. Dua
pertanyaan etika politik di atas baru bisa muncul di ambang zaman modern, dalam
rangka pemikiran zaman pencerahan, karena pencerahan tidak lagi menerima
tradisi/otoritas/agama, melainkan menentukan sendiri bentuk kenegaraan menurut
ratio/nalar, secara etis.
Maka sejak abad ke-17 filsafat
mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti: Perpisahan antara kekuasaan
gereja dan kekuasaan Negara (John Locke), Kebebasan berpikir dan beragama
(Locke), Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie), Kedaulatan rakyat (Rousseau),
Negara hukum demokratis/republican (Kant), Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
dan Keadilan sosial
Empat Prinsip Dasar Etika Politik
Kontemporer :
1.
Pluralisme
2.
HAM
3.
Keadilan Sosial
4.
Urgensi Etika Politik
Tujuan etika politik adalah
mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka
memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil (Paul
Ricoeur, 1990). Definisi etika politik membantu menganalisa korelasi antara tindakan
individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur yang ada. Penekanan adanya
korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya
sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Pengertian etika
politik dalam perspektif Ricoeur mengandung tiga tuntutan, pertama, upaya hidup
baik bersama dan untuk orang lain...; kedua, upaya memperluas lingkup
kebebasan…, ketiga, membangun institusi-institusi yang adil. Tiga tuntutan itu
saling terkait. “Hidup baik bersama dan untuk orang lain” tidak mungkin terwujud
kecuali bila menerima pluralitas dan dalam kerangka institusi-institusi yang
adil. Hidup baik tidak lain adalah cita-cita kebebasan: kesempurnaan eksistensi
atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan
kebebasan dengan menghindarkan warganegara atau kelompok-kelompok dari saling
merugikan.
Sebaliknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Pengertian kebebasan yang terakhir ini yang dimaksud adalah syarat fisik, sosial, dan politik yang perlu demi pelaksanaan kongkret kebebassan atau disebut democratic liberties: kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.
Sebaliknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Pengertian kebebasan yang terakhir ini yang dimaksud adalah syarat fisik, sosial, dan politik yang perlu demi pelaksanaan kongkret kebebassan atau disebut democratic liberties: kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.
Etika
politik, yang hanya puas dengan koherensi norma-normanya dan tidak memperhitungkan
real politic, cenderung mandul. Namun bukankah real politic, seperti dikatakan
Machiavelli, adalah hubungan kekuasaan atau pertarungan kekuatan? Masyarakat
bukan terdiri dari individu-individu subyek hukum, tetapi terdiri dari
kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan yang saling berlawanan. Politik
yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun caranya. Filsuf
Italia ini yakin tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksanya. Hanya
sesudahnya, hukum dan hak akan melegitimasi kekuatan itu. Situasi Indonesia
saat ini tidak jauh dari gambaran Machiavelli itu. Politik dan moral menjadi
dua dunia yang berbeda. Etika politik seakan menjadi tidak relevan. Relevansi
etika politik terletak pada kemampuannya untuk menjinakkan kekuatan itu dan
mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi
yang lebih adil.
Institusi-institusi
sosial harus adil karena mempengaruhi struktur dasar masyarakat. Dalam struktur
dasar masyarakat, seperti dikatakan John Rawls, sudah terkandung berbagai
posisi sosial dan harapan masa depan anggota masyarakat berbeda-beda dan
sebagian ditentukan oleh sistem politik dan kondisi sosial-ekonomi. Terlebih
lagi, institusi-institusi sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban
masyarakat, yang pada gilirannya akan mempengaruhi masa depan setiap orang,
cita-citanya, dan kemungkinan terwujudnya. Dengan demikian institusi-institusi
sosial itu sudah merupakan sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal
keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Maka membangun
institusi-institusi yang adil adalah upaya memastikan terjaminnya kesempatan
sama sehingga kehidupan seseorang tidak pertama-tama ditentukan oleh keadaan,
tetapi oleh pilihannya. Keutamaan moral politikus tidak cukup tanpa adanya
komitmen untuk merombak institusi-institusi sosial yang tidak adil, penyebab
laten. kekerasan yang sering terjadi di Indonesia. Maka sering didengar pepatah
“yang jujur hancur”. Ungkapan ini menunjukkan. urgensi membangun
institusi-institusi yang adil. Ini bisa dimulai dengan menerapkan keadilan
prosedural. Keadilan prosedural adalah hasil persetujuan melalui prosedur
tertentu dan mempunyai sasaran utama peraturan-peraturan, hukum-hukum,
undang-undang. Jadi prosedur ini terkait dengan legitimasi dan justifikasi.
Semua
diperlakukan sama di depan hukum. Ketidaksamaan perlakuan hanya bisa dibenarkan
bila memihak kepada yang paling tidak diuntungkan atau korban. Secara
struktural, korban biasanya sudah dalam posisi lemah, misalnya, warga terhadap
penguasa, minoritas terhadap mayoritas. Prinsip epieikeia ini mengandaikan
integritas hakim, penguasa atau yang berkompeten menafsirkan hukum. Maka ada
tuntutan timbal balik, prosedur yang adil belum mencukupi bila tidak
dilaksanakan oleh pribadi yang mempunyai keutamaan moral.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1
Sistem Khalifah
Khilafah (bahasa Arab: ), adalah kepemimpinan, imamah, biasa juga disebut
kekhalifahan. Ia merupakan suatu bentuk pemerintahan Islam. Pemimpin atau ketua
pemerintahannya dinamakan khalifah. Menurut al-Quran segala sesuatu di Bumi ini
termasuk daya dan kemampuan yang diperolehi seseorang hanyalah karurnia dari
Allah (swt). Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah atau wakil Allah
(Yang Maha Memiliki) supaya mereka dapat menggunakan karurnia tersebut sesuai
dengan keridhaan-Nya. Khalifah dianggap sebagai pewaris Nabi Muhammad
s.a.w. khalifah dilantik oleh rakyat
atau wakilnya.
1.2
Sistem Khalifah
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu
Negara dalam mengatur pemerintahannya. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintah
politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara
langsung (demokrasi langsung) atau melalui
perwakilan (demokrasi perwakilan). Demokrasi berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía)“kekuasaan
rakyat”,yang dibentukdari kata (dêmos) “rakyat” dan (Kratos) “kekuasaan”. Jadi
dapat di tarik kesimpulan bahwa Sistem pemerintahan Demokrasi adalah system
pemerintahan suatu negara yang kekuasaannya mutlak di tentukan oleh rakyat /
melalui perwakilan rakyat. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh
Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang
menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham
Lincoln dalam pidato Gettysburg mendefinisikan demokrasi sebagai “pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Hal ini berarti kekuasaan
tertinggi dalam system demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak,
kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan.
Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.Dengan
adanya system demokrasi, kekuasaan absolute satu pihak melalui
tirani,kediktatoran dan pemerintahan otoriter lainnya dapat dihindari.
1.3
Mana yang lebih tepat untuk konteks Indonesia menurut pandangan Islam?
Dari berbagai
sumber yang kami peroleh ternyata penerapan Sistem Khalifah itu lebih tepat di
terapkan untuk konteks Demokrasi di Indonesia karena Sistem Demokrasi di
Indonesia terdapatberbagaikekurangan di antaranyasebagaiberikut:
Demokrasi
bermakna: kedaulatan ada di tangan rakyat yang berwenang membuat hokum sesuai
dengan kehendak mereka berdasarkan suara mayoritas, menghalalkan dan
mengharamkan, serta menetapkan status terpuji dan tercela; individu memiliki
kebebasan dalam segala perilakunya bebas berbuat apa saja sesuai dengan
kehendaknya, bebas meminum khamr, berzina, murtad, serta mencela dan mencaci
hal-hal yang disucikan dengan dalih demokrasi dan kebebasan individual. Inilah
hakikat demokrasi. Inilah realita, makna, dan pengertian demokrasi. Lalu
bagaimana bisa seorang Muslim yang mengimani Islam mengatakan bahwa demokrasi
hukumnya boleh atau bahwa demokrasi itu berasal dari Islam?
Kedaulatan di
dalam Islam ada di tangansyariah. Sistem khalifah berarti kepimimpinan.
Kepemimpinan adalah amanah. Amanah adalah kepercayaan yang diberikan karena ada
unsur kemampuan pada yang dipercayai. Maka, kepemimpinan merupakan kepercayaan
yang diberikan kepada orang-orang yang dipandang memiliki kemampuan dalam
menjalankan urusan organisasi. Dan seorang khalifah bertugas memberikan rasa
aman terhadap umat. Aman dalam ibadah, berarti pemimpin mesti membimbing umat,
bagaimana beribadah yang benar sehingga aman dari ancaman adzab Allah. Aman
dalam kehidupan dunia, berarti para pemimpin harus mengarahkan umat agar aman
dari ancaman dan tipuan dunia, sehingga dunia berada di bawah penguasaan umat
bukan umat berada di bawah penguasaan dunia. Aman dari segala hal sehingga umat
benar-benar sejahtera lahir dan batin.
Seorang khalifah
selalu berpegang pada syariat. Jika melanggar, tugas umat sebenarnya adalah
meluruskan. Dengan begitu, harapan terwujudnya masyarakat yang sakinah, aman
dan nyaman, insya Allah akan dicapai. Dan, ini terlihat dari indikasi
seimbangnya arus hak dan kewajiban. Jadi, sistem kekhalifahan cocok
untuk diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan sistem demokrasi.
1.4
Alasan sistem Demokrasi tidak tepat diterapkan di Indonesia
Demokrasi adalah
menjadikan kewenangan untuk membuat hukum berada di tangan manusia, bukan pada
Allah, Tuhan alam semesta. Apalagi demokrasi juga menetapkan kebebasan pribadi
(personal freedom), yang menjadikan laki-laki dan perempuan bebas melakukan apa
saja yang mereka inginkan tanpa memperhatikan halal dan haram. Demokrasi juga
menetapkan kebebasan beragama (freedom of religion), di antaranya berupa
kebebasan untuk murtad dan gonta-ganti agama tanpa ikatan. Demokrasi juga
menetapkan kebebasan kepemilikan (freedom of ownership), yang menjadikan pihak
yang kuat mengeksploitasi pihak yang lemah dengan berbagai sarana sehingga yang
kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Demokrasi pun
menetapkan kebebasan berpendapat (freedom of opinion), bukan kebebasan dalam
mengatakan yang haq, tetapi kebebasan dalam mengatakan hal-hal yang menentang
berbagai kesucian yang ada di tengah-tengah umat. Bahkan mereka menganggap
orang-orang yang berani menyerang Islam di bawah slogan kebebasan berpendapat
sebagai bagian dari para pakar opini yang sering disebut sebagai para pahlawan.
Demikianlah
pandangan demokrasi menurut sudut pandangan Islam. Dan hukum tetaplah milik
Allah SWT, bukanlah dari manusia yang mementingkan kepentingan pribadi walaupun
menurut kenyataannya sekarang Demokrasi merupakan sistem yang dijunjung tinggi di
dalam pemerintahan saat ini.
2.1 Model pemerintahan Rasulullah dan
Khulafaur Rasyidun
2.1.1
Pemerintahan Rasulullah SAW
Firman Allah SWT: ”Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab:21).
Dengan Muhammad saw di utus untuk
membebaskan manusia dari berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan
dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para penindas. Muhammad saw menjadi
pemimpin manusia yang bertujuan membangun masyarakat yang didasarkan pada
nilai- nilai keimanan, egalitas sosial, persaudaraan. Muhammad saw. diutus
untuk membebaskan para budak, anak yatim, perempuan, kaum miskin dan lemah.
“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan,
setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban” demikian sabda Rasulullah dalam
hadits Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad. “Seorang imam adalah
pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang
laki-laki adalah pemimpin penduduk rumahnya dan akan diminta pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya. Seorang perempuan merupakan pemimpin di rumah suaminya
dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
2.1.2
Pemerintahan Khulafaur Rasyidun
Khalifah
Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang
dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia
wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat
paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat
masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan
keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam. Sistem
pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut
terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang
ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana pemilihan kepemimpinan Islam
akan berlangsung.
Berikut
ini beberapa khalifah yang pernah memimpin :
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu
bakar ash-Shiddiq adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan
harga dirinya. la seorang yang kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan
memiliki akhlak mulia. Sebelum datangnya Islam, ia sudah menjadi kawan akrab
Rasulullah. Usianya pun hampir sama dengan Rasulullah. Begitu pun dengan
kemuliaan, profesi, dan keturunannya.
Tidak
berlebihan jika ia terpilih menjadi khalifah pertama.
Ia
telah meletakkan garis-garis besar kepemimpinan yang menerangkan tentang sifat
dan akhlak pemimpin yang baik. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Kepemimpinan kerja dan perbuatan, bukan perkataan
2.
Takwa dan amal saleh adalah pondasi kepemimpinan
3.
Menjaga kesatuan dan persatuan pasukan
4.
Menjelaskan metode kepemimpinan kepada para pengikut
5. Menggunakan nasihat
yang baik dan pengarahan yang benar kepada para personel pasukan
6.
Memperbaiki diri sendiri sebelum orang lain
7.
Selalu melaksanakan shalat tepat pada waktunya
2.
Umar Ibnul-Khaththab
Umar
ibnul-Khaththab merupakan salah satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil
dalam Islam. Ia adalah khalifah kedua dalam Islam setelah Abu Bakar
ash-Shiddiq. Untuk menertibkan para pejabat bawahannya, Umar ibnul-Khaththab
menulis “Risalatul Qada” atau “Dustur Umar" yang berisi nasehat dan aturan
praktis untuk menerapkan keadilan dan kejujuran dalam pemerintahan.
Sebelumnya, di
masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar menjabat sebagai hakim. la
menjalankan amanah tersebut dengan begitu cerdas, adil, dan tegas, sehingga ia
pemah mengajukan pengunduran diri dari jabatan tersebut kepada Abu Bakar,
karena tak ada lagi perkara kejahatan yang bisa diurusnya.
3. Usman Bin Affan
Khalifah Islam
yang ketiga ini memiliki nama panjang Ustman bin Affan al-Umawi al-Quraisyi. Ia
biasa dipanggil dengan nama Abu Abdillah atau Abu Amr. Usianya lebih muda 5
tahun daripada Rasulullah saw. Ia adalah saudagar kain yang kaya raya dan juga
memiliki ternak yang paling banyak diantara orang-orang Arab lainnya. Ia
diangkat rnenjadi khalifah oleh Majelis Syuro ketika itu. Bakat kepemimpinannya
telah terlatih karena ia berpengalaman memimpin usaha dagang dan ternaknya.
Diantara
sifat-sifat kepemimpinan yang dimilikinya yaitu:
1. Menjalankan
Al-Quran dan As-Sunnah
2. Teguh
pendirian
3. Dermawan
4.
Lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya
4. Ali bin Abi
Thalib
Karakter
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah
kepada Muawiyyah bin Abu Sufyan adalah sebagai berikut :
1. Berpandangan
jauh ke depan (visioner)
2. Sangat kuat (fisik)
3. Berbicara dengan
sangat ringkas dan tepat
4.
Menghukum dengan adil
3.1
Adakah titik temu antara Sistem Politik Islam dan Sistem Demokrasi
Inti dari
demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Inti gagasan ini bertentangan dengan
syariat Islam. Sebab, jelas sekali Islam mengajarkan kedaulatan itu di tangan
Allah (di tangan syariat). Kehendak yang paling tinggi itu ada di tangan
syariat. Kesanalah rakyat dan seluruh elemen negara itu wajib tunduk. Itu
menunjukan bahwa syariat menempati posisi yang paling tinggi. Begitu syariat
Islam menyatakan sesuatu, menyuruh sesuatu atau melarang sesuatu, mereka
tunduk. Jadi, kalau Allah dan Rasul-NYA
sudah menetapkan keputusan hukum, maka tidak pantas bagi seorang mukmin
laki-laki dan perempuan untuk mencari keputusan hukum selain yang telah
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-NYA. Ini menunjukan bahwa yang memiliki
kehendak paling tinggi adalah Allah dan Rasul-NYA. Atau dalam bahasa yang lebih
sederhana, syariat. Di situlah kita wajib menolak, bukan pilihan, yang
semestinya diterapkan sebagai satu-satunya sistem hukum yang mengatur tatanan
kehidupan masyarakat dan bernegara. Jadi, Khilafah tidak terkait dengan
demokrasi. Seperti yang dijelaskan dipembahasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada titik temu antara Sistem Politik Islam dengan Sistem Demokrasi.
BAB III
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Jadi berdasarkan
penelitian kami dari berbagai sumber ternyata sistem Khalifah itu lebih cocok
di terapkan dalam konteks demokrasi karena selain mengamanatkan peninggalan
rasul sistem khalifah juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh sistem
demokrasi yang terlalu bebas dan sering sekali disalahgunakan kebebasannya yang
dapat menjerumuskan umat manusia dalam perbuatan-perbuatan maksiat.
Pemerintahan
Rasululah dan Khulafaur Rasyidun itu selalu membangun pemerintahan yang tegas,
adil, dan jujur. Tidak seperti pemerintahan zaman sekarang. Dan seperti yang
dijelaskan dipembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada titik
temu antara Sistem Politik Islam dengan Sistem Demokrasi.
Referensi
Fazlur Rahman,
“Law and Ethics in Islam,” (Malibu, Cal. Undeila Publications, 1985)
Ibn Khaldun, The
Muqaddimah: An Introduction to History, terjemahan Franz Rosenthal (Princeton:
Princeton University Press, 1967)
Faisal Baasir, Etika Politik Pandangan Seorang Politisi
Muslim, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2003
Farid Abdul
Khalid, Fiqih Politik Islam, Jakarta: Amzah, 1998
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar